OPINI - Malam ini, debat capres kali kedua. Setelah debat capres yang pertama, Prabowo kalah telak. Kalah materi, kalah emosi.
Di kepala Prabowo masih ada beban: "Mengapa Anies Baswedan nyapres dan menjadi lawannya".
Sepertinya Prabowo trauma masa lalu. Tahun 2012, Gerindra usung Jokowi jadi calon gubernur DKI. Jokowi menang. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 2014, Jokowi nyapres dan melawan Prabowo. Prabowo kalah. Pipres 2019, Jokowi mengalahkan Prabowo lagi untuk kedua kalinya.
Lalu, pilpres 2024, Anies Baswedan, tokoh yang diusung Gerindra dan PKS di pilgub DKI 2017 ini nyapres. Rivalnya adalah Prabowo. Inilah yang membuat beban bagi Prabowo. Bayangan dikalahkan dua kali oleh Jokowi nampaknya telah membuat trauma cukup mendalam di benak Prabowo. Beberapa kali Prabowo menyinggung ini, bahkan saat debat capres yang pertama. Ini menunjukkan ada beban yang begitu berat di kepala Prabowo. Trauma ini sepertinya terus menghantui pikiran Prabowo.
Apa ini salah Anies? Tentu tidak. Anies telah menunaikan komitmennya untuk menuntaskan amanah sebagai gubernur DKI selama lima tahun. Anies tidak tergoda untuk ikut nyapres di 2019. Meski ada tiga partai yang menawarinya untuk maju. Tapi, Anies nampaknya lebih memilih untuk tetap berkomitmen menuntaskan amanahnya di Jakarta.
Tahun 2024, Anies sudah tidak lagi jadi gubernur DKI. Anies tidak lagi terikat dengan komitmen, baik dengan warga DKI maupun dengan Gerindra-PKS yang mengusungnya. Maka, hak Anies untuk maju sebagai capres di 2024. Apalagi ini merupakan desakan rakyat yang ditunjukkan oleh elektabilitas Anies. Elektabilitas Anies tertinggi saat selesai dari tugasnya di DKI.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Jika dalam debat malam ini di kepala Prabowo masih tersimpan rasa kecewa terhadap Anies, ini justru akan dapat menyulitkan Prabowo untuk keluar dari problem pribadinya. Sebuah kekecewaan yang tentunya tidak proporsional dan akan membuat Prabowo justru mendapatkan kendala psikologis untuk menjalani debat dengan rileks. Apalagi jika rasa kecewa itu mendapatkan triggernya di dalam debat dan kemudian keluar dengan ekspresi kemarahan. Ini tentu malah akan jadi bumerang bagi elektabilitas Prabowo.
Kalau Prabowo kecewa kepada Jokowi di pilpres 2014, ini lebih masuk akal. Sebab, Jokowi diusung oleh PDIP-Gerindra dengan amanah lima tahun, lalu baru dua tahun berhenti dan melawan Prabowo di pilpres 2014. Wajar kalau Prabowo amat kecewa karena Jokowi tidak menuntaskan amanahnya hingga lima tahun. Kekecewaan itu diantaranya diungkap oleh Hasyim, adik kandung Prabowo yang mengungkit bantuan biaya pilgub 2012 kepada Jokowi. Video Hasyim sangat viral.
Beda dengan Anies. Komitmen Anies, baik kepada warga DKI maupun Gerindra-PKS untuk menjalankan amanah lima tahun telah dituntaskan. Meski tahun 2019 banyak desakan nyapres, bahkan ada deklarasi Anies nyapres 2019, Anies tetap tidak berminat nyapres dan memilih melanjutkan amanahnya sebagai orang nomor satu di DKI. Anda bisa cek deklarasi Anies dan kaos Anies for presiden 2019 yang sempat bertebaran. Itu semua tidak mampu membuat Anies tergoda. Fakta ini tidak bisa dipungkiri. Saat itu, tidak ada yang bisa membujuk Anies nyapres.
Kalau hari ini, Prabowo kecewa kepada Anies, maka akan menjadi sesuatu yang kontra-produktif. Justru jika kekecewaan ini terus dipelihara, maka akan membuat emosi Prabowo tidak stabil dan ia akan mudah kehilangan kendali saat berhadap-hadapan dengan Anies.
Dalam debat, yang dihadapi capres bukan saja lawan, tapi seluruh rakyat Indonesia yang di tangannya ada hak suara untuk menentukan siapa yang akan dipilih. Debat bukan soal personal antara Prabowo dengan Anies. Tapi debat adalah soal apa yang akan ditawarkan oleh calon untuk masa depan Indonesia. Debat ini untuk seluruh rakyat dan untuk masa depan bangsa. Bukan untuk para capres.
Salah kalau Prabowo membawa persoalan pribadi ke dalam debat. Ini justru akan membuat rakyat semakin kehilangan simpatinya kepada Prabowo. Apalagi, ekspektasi satu putaran, sebagaimana banyak rilis hasil survei, masih jauh untuk bisa direalisasikan. Jika Prabowo emosional, maka ini akan menjadi langkah blunder yang semakin menjauhkan Prabowo dari kemenangan.
Bagaimana dengan Ganjar? Presiden Jokowi jauh lebih tahu tentang Ganjar. Karena Ganjar adalah kader Jokowi yang keburu diambil PDIP dan tidak jadi didukung istana. Tanpa dukungan istana, Ganjar nampaknya makin terpuruk. Debat bukan "kartu truf" Ganjar untuk menaikkan elektabilitasnya. Sebaliknya, debat adalah trigger bagi elektabilitas Anies.
Jakarta, 7 Januari 2024
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa